Minggu, 13 Maret 2011

TVC Pioneer stasiun tv di Cianjur!!

Apabila kita sering pijit-pijit remote di depan tv akhir-akhir ini terutama jajaran saluran tv lokal jawa barat, ada satu chanel yang membuat masyarakat di kota Cianjur terheran-heran. Kenapa? Di sudut kanan atas tampaklah logo seperti gambar diatas. Yang membuat kita bertanya, Benarkah Cianjur punya stasiun TV sendiri?

Ya!.TVC sudah setahun lebih mengudara dan kita sebagai orang Cianjur harus bangga karena ada anak bangsa made in Cianjur yang sudah bisa mengelola stasiun tv sendiri. Tentu saja karena masih lelengkah halu dengan berbagai keterbatasannya, mari kita dukung penuh pengembangan TV Cianjur ini dengan menonton program-program acara tv ini yang pastinya dengan konten lokal khas Cianjur.

Nama : Televisi Cianjur (TVC)
Pemilik : Yayasan Pendidikan Al-Ianah Cianjur
Berdiri : 7 Februari 2010
Channel : 23 UHF
Alamat : Jl.Nyi Raden Siti Boededar no.42 Kaum Cianjur 43211
Telpon : 0263 - 3109797
E-mail : tv_cianjur@yahoo.co.id

Jangkauan : 40 km (letak geografis perbukitan)
Jumlah pemirsa : 6000 orang
Jam mengudara: pkl 12:00 sd. 21:00 wib


Penulis: Eko Arief - INIrumahdesain

Senin, 24 Januari 2011

Sekilas Tentang Animasi Indonesia

Dimulai dengan Si HUMA produksi PPFN yang disiarkan oleh TVRI, dilanjutkan Si Unyil karya Pak Raden (Drs. Suyadi) dalam salah satu episode berupa animasi gabungan stop motion, paper cut & 2D bercerita tentang TIMUN MAS.
Di akhir tahun 80-an menjelang 90-an awal ditandai munculnya beberapa perusahaan animasi yang menerima order dari luar negeri seperti Asiana Wang Animation (kerja sama dengan Wang Film Animation, Taiwan) yang bergaya Disney, sedangkan untuk gaya Jepang/ Anime ada Evergreen, Marsa Juwita Indah di Bali, dll. Lalu dilanjutkan dengan munculnya Red Rocket di Bandung, Bening di Yogyakarta, Tegal Kartun, dstnya hingga muncul di tahun 90-an, beberapa perusahaan animasi yang juga mengerjakan 3D animasi seperti Kasatmata, Matahari Studio (lebih ke game animation), dan generasi baru anak2 nongkrong MTV seperti Wahyu Aditya dengan Hello;motion-nya, dll.
 
Beberapa tokoh animator di Indonesia seperti Dwi Koendoro (dengan Pailul-nya), Gotot Prakosa yang senimator (seniman animator di IKJ), Pak Suyadi/ Pak Raden & Pak Denny Djunaid di era munculnya TV swata pertama (sejaman dengan munculnya RCTI) untuk iklan chiky, Poppy Palele yang mendalangi para animator di Red Rocket, lalu beberapa nama yang membuat 3D animasi seperti Mas Chandra, untuk JANUS; film layar lebar gabungan life & 3D, Deddy Samsudin untuk berbagai animasi iklan teve, hingga yang terbaru para animator yang tengah menyiapkan animasi layar lebar Sing to the Dawn, dari Infinite Frameworks Batam.
 
Sebetulnya talent untuk animator di Indonesia amat sangat banyak dan maju, hanya saja tidak didukung oleh manjement yang kuat dan rapi, namanya juga seniman harus didukung banyak orang sekaligus industri yang berhubungan langsung dengan pemerintah dan tenaga kerja agar karya animasi bisa bergaung di dalam dan sekaligus di luar negeri. Animator Indonesia sudah biasa menggambar atau membuat wayang kulit maupun wayang golek, leluhur kita piawai dalam membuat candi & pura, sehingga gambar detail dan indah bukan masalah bagi masyarakat Indonesia.
 
Sekarang ini, di Jakarta jauh lebih susah/ langka mencari animator 2D (yang berstandard internasional) dibandingkan mencari animator 3D, beberapa animator 2D yang handal, kini bergabung dengan rumah produksi maupun post production, yang mengerjakan TV commercial dll.
 
Munculnya AINAKI (Asosiasi Animasi Industri dan Konten), perlu didukung oleh semua personel yang terlibat dalam mengembangkan animasi di negeri tercinta ini, karena beberapa wadah animasi lainnya di Indonesia rata2 tidak bisa bertahan lama.

Ditulis oleh: Agus Pitoyo
Dikutip dari: www.raispictures.com

Perjalanan Animasi Indonesia

Dalam hal animasi Indonesia juga sangat berkembang, dari jaman pewayangan hingga jaman 3D sekarang ini. Sejarah Animasi Indonesia mulai diketahui sejak ditemukannya Cave Pinting yang bercerita mengenai binatang buruan atau hal-hal yang berbau mistis. Wayang yang merupakan cikal bakal lahirnya animasi Indonesia.


Awalnya Untuk Kepentingan Politik
Sejak tahun 1933 di Indonesia banyak koran lokal yang memut iklan Walt Disney. kemudian Pada Tahun 1955 Presiden Soekarno yang sangat menghargai seni mengirim seorang seniman bernama Dukut Hendronoto (pak Ook) untuk belajar animasi di studio Walt Disney, setelah tiga bulan ia kembali ke Indonesia dan membuat film animasi pertama bernama Si Doel Memilih animasi ini awalnya di buat untuk tujuan kampanye politik. Lalu pada tahun 1963 Ook hijrah ke TVRI dan mengembangkan animasi di sana dalam salah satu program namun kemudian program itu dilarang karena dianggap terlalu konsumtif.

ERA 70-an
Pada tahun 70-an terdapat studio animasi di Jakarta bernama Anima Indah yang didirikan oleh seorang warga Amerika. Anima Indah termasuk yang mempelopori animasi di Indonesia karena menyekolahkan krunya di Inggris, Jepang,Amerika dan lain-lain. Anima berkembang dengan baik namun hanya berkembang di bidang periklanan. Di tahun 70-an banyak film yang menggunakan kamera seluloid 8mm, maraknya penggunaan kamera untuk membuat film tersebut, akhirnya menjadi penggagas adanya festival film. di festival film itu juga ada beberapa film animasi Batu Setahun, Trondolo, Timun Mas yang disutradarai Suryadi alias Pak Raden (animator Indonesia Pertama).
Era 80-an
Tahun Yang ditandai sebagai tahun maraknya animasi Indonesia Ada film animasi rimba si anak angkasa yang disutradarai Wagiono Sunarto dan dibuat atas kolaborasiualangan si Huma yang diproduksi oleh PPFN dan merupakan animasi untuk serial TV. beberapa animator lokal. ada juga film animasi PetEra tahun 1980-1990-an ditandai dengan lahirnya beberapa studio animasi seperti Asiana Wang Animation bekerjasama dengan Wang Fim Animation, Evergreen,Marsa Juwita Indah, Red Rocket Animation Studio di Bandung, Bening Studio di Yogyakarta dan Tegal Kartun di Tegal
Era 90-an
Di tahun ini bertaburan dengan berbagai film animasi diantaranya Legenda Buriswara, Nariswandi Piliang,Satria Nusantara yang kala itu masih menggunakan kamera film seluloid 35mm, kemudian ada serial Hela,Heli,Helo yang merupakan film animasi 3D pertama yang di buat di Surabaya, Tahun 1998 mulai bermunculan film-film animasi yang berbasis cerita rakyat seperti Bawang Merah dan Bawang Putih, Timun Mas dan petualangan si Kancil di Era 90-an ini banyak terdapat animator lokal yang menggarap animasi terkenal dari jepang seperti Doraemon dan Pocket Monster
Era 2000-an
Diantara sekian banyak studio animasi di Indonesia, Red Rocket Animation termasuk yang paling produktif. Pada tahun 2000 Red Rocket memproduksi beberapa serial animasi TV seperti Dongeng Aku dan Kau, Klilip dan Puteri Rembulan, Mengapa Domba Bertanduk dan Berbuntut Pendek, Si Kurus dan Si Macan, pada masa ini serial animasi cukup populer karena menggabungkan 2D animasi dengan 3D animasi.Pada tahun 2003, serial 3D animasi merambah layar lebar diantaranya Janus Perajurit Terakhir, menyusul kemudian bulan Mei 2004 terdapat film layar lebar 3D animasi berdurasi panjang yaitu Homeland.

Ditulis oleh: Agus Pitoyo
Dikutip dari: www.raispictures.com

Kemana Para Animator Kita Berlabuh?

Animator kita mengasong karyanya ke luar negeri. Karena, pasar televisi lokal tak mampu membeli produk mereka. Tak kuat harganya, tak kuat nunggunya. Stasiun televisi nasional bukannya tidak butuh program animasi. Buktinya, Dora The Explorer, Spongebob Squarepants, Doraemon, Mr. Bean Animation, Sinchan, Power Ranger, dan sederet film animasi lain selalu menghiasi layar kaca kita setiap hari. Beberapa film animasi bahkan menjadi primadona stasiun televisi untuk mendongkrak rating. Pengelola televisi lebih memilih membeli hak tayang film-film animasi luar milik perusahaan transnasional yang juga menjual produknya ke berbagai negara itu, karena harganya murah.

 Jauh lebih murah ketimbang membeli langsung dari animator dalam negeri. Namun, kalangan animator tak patah arang. Mereka tetap menciptakan karya-karya baru dan mengembangkan karya-karya lama mereka. Berharap suatu saat karya-karya itu dapat dinikmati bangsa sendiri.
Dari segi kualitas, hasil karya animator dalam negeri tak kalah dengan animasi luar. Mereka bahkan kerap mendapat job pembuatan karakter-karakter dari studio animasi besar dari Amerika, atau Jepang. Bayaran yang diterima cukup menggiurkan. Sayangnya, karena job-job itu bersifat parsial dan atas pesanan, sulit bagi mereka mengklaim royalty hak cipta. Jika proyek selesai, maka terbanglah karakter karya anak negeri itu ke luar negeri. Setelah karakter-karakter itu diramu menjadi serial film animasi, pengelola televisi kita berebut memperoleh hak tayangnya. Ketika sudah tayang di Indonesia, animator lokal yang turut ambil bagian dalam penciptaan karakter dalam serial itu, hanya bisa menatapnya dengan hati miris.

Sebenarnya, ada satu dua stasiun televisi yang sudah mencoba merekrut artis-artis animasi lokal untuk bergabung dalam tim produksi mereka. Namun, artis-artis tersebut tak pernah diberi job independen untuk membangun sebuah serial animasi. Alasan Pengalaman ini pernah dirasakan Deswara Aulia Subarkah - biasa disapa Adez. Menurut dia, sejak dulu film-film animasi karya anak negeri tidak pernah muncul di pertelevisian nasional karena terbatasnya daya beli stasiun televisi. Stasiun televisi nasional yang ada sekarang sudah terbiasa dengan pola yang terbentuk mengacu pada produksi sinetron dan reality show. "Acara kayak gitu budget produksinya kira-kira 20 juta untuk sebuah reality show, sinetron sekitar 50-60 juta per episodenya. Sistemnya pun kejar tayang, seminggu satu episode bahkan ada yang lebih. Pola ini sudah bertahun-tahun dijalankan, sampai akhirnya menjadi semacam pattern bagi orang-orang teve," katanya.

Pola yang sama tidak bisa diterapkan pada produksi film animasi. Tingkat kesulitannya jauh lebih tinggi. Untuk satu episode film animasi saja, seorang animator membutuhkan waktu satu bulan. Itupun kalau story board, naskah, dubbing, modeling, rigging, dan komponen lainnya sudah siap. "Jadi, untuk membuat itu semua dibutuhkan waktu sekitar satu tahun. Satu bulan itu hanya untuk produksi per episodenya saja," jelas Adez. Jika ingin menerapkan sistem kejar tayang, seperti diberlakukan industri animasi di Jepang yang menghasilkan satu episode seminggu, dibutuhkan tenaga animator sebanyak 600 orang. Biayanya tentu berlipat-lipat lagi karena dengan pola satu episode sebulan saja dibutuhkan animator sebanyak 30-50 orang.

Lalu, kenapa film animasi Jepang harganya bisa murah? Karena produk mereka dijual ke semua negara. Jika ditilik lebih dalam lagi, ternyata yang dijual itu bukan film animasinya. Film animasi sering dijadikan sebagai bagian dari promosi sebuah produk, dimana umumnya 10% dana dipakai untuk berpromosi. "Budget inilah yang lazimnya dipakai oleh mereka untuk membuat sebuah program film animasi," kata Adez.

Jurus sukses perusahaan Jepang ini menjadi runutan. Sebuah perusahaan animasi di Jakarta, Red Rocket, menerapkan pola pencarian sponsor produk utama untuk membiayai pembuatan film animasi. Perusahaan ini menggandeng produsen susu merek Dancow. Tahun 2000 lalu film animasi mereka yang mengangkat cerita rakyat pernah ditayangkan di Indosiar. Dan, di tahun ini film animasi mereka kembali tayang di TV7.

Menurut Popy Palele, Eksecutive Producer Red Rocket, film animasi bikinannya sukses meraih rating di Indosiar, lebih tinggi ketimbang film animasi lain yang tayang pada jam sama di stasiun televisi lain. "Di awal penayangan sih memang belum kelihatan rating-nya. Setelah episode kelima dan seterusnya, rating-nya mulai kelihatan. Kalau tidak salah, mengalahkan film Doroemon yang jam tayangnya sama," kata Popy. Beberapa judul film animasi sudah dibuat Red Rocket, diantaranya Si Kurus Don Harimau Loreng, Keadilan Seorang Raja, Kancil Dan Kerbau, dan Palosoro Si Lembut Hati. Judul-judul itu diambil dari judul buku cerita yang sebelumnya dijadikan bonus pembelian produk susu Dancow.

Sukses Red Rocket itu tak terlepas dari dukungan Nestle. Popy jujur mengakui bahwa tanpa dukungan dana dari perusahaan multinasional itu, mustahil baginya membuat film animasi yang berbobot. Biaya yang dibutuhkan tidak dapat ditutupi oleh hasil penjualan ke stasiun televisi.

Senada dengan Adez, Popy bisa memahami alasan pengelola televisi kita membeli film animasi produk luar negeri. Gampangnya, dengan Rp. 5 juta-an stasiun televisi sudah bisa mendapatkan satu episode film animasi. Jika memproduksi sendiri, biaya yang dikeluarkan bakal lebih 10 kali lipat. "Sekali produksi untuk satu episode saja para animator bisa menghabiskan biaya sebesar Rp. 75 juta," kata Popy.

Usaha kalangan animator menembus stasiun televisi tak semua semulus Red Rocket. Film Mr. Pito hasil racikan Hellomotion yang ditayangkan TransTV tak begitu sukses dari segi rating. Menurut Wahyu Aditya, President Director Hellomotion, yang merupakan sekolah animasi di Jakarta ini, dirinya belum berminat untuk kembali membuat film animasi. Buruknya rating yang didapat bakal menjadi bahan kajiannya.

Namun demikian, usaha Wahyu memperkenalkan hasil karyanya tak berhenti sampai di situ. Kini, pria yang juga menjadi staf pengajar di Hellomotion ini, langsung turun ke pasar menjual film animasinya dalam format VCD dan DVD. Sejauh ini, respon pasar nampaknya positif. "Buktinya, ada lho temanku yang sekarang ini bisnis membuat VCD dan DVD animasi untuk anak-anak sekolah play group. Kalau dihitung-­hitung sehari ia bisa mendapatkan Rp. 25 jutaan," katanya.

Rekannya menghindari kerja sama dengan stasiun televisi, Riza malah mendatangi satu persatu stasiun-stasiun televisi lokal. Hasilnya cukup menggembirakan, menurut pria yang juga menjabat head of animation department di Cyber Media College ini. Beberapa stasiun televisi lokal sepakat bekerja sama dengannya, sehingga persoalan biaya dapat teratasi. Kalau pendanaan proyek pembuatan film animasi dilakukan secara keroyokan tentunya jadi tidak berat.

Masih menurut Riza, saat ini merupakan waktu yang tepat untuk membuat kerjasama dengan stasiun televisi, karena dengan munculnya banyak stasiun televisi baru otomatis membutuhkan banyak program baru. "Untuk bisa tayang di televisi lokal saja aku sudah bangga kok. Sekarang ini sih yang penting nyoba dulu deh," katanya.

Kalangan animator juga harus pintar-pintar membaca pasar. Saat ini terjadi pergeseran segmen pasar film animasi. Kalau dulu, film animasi identik dengan segmen pasar anak-anak. Kini, Dora the Explorer dan Spongebob Squarepants, juga menjadi tontonan remaja, bapak-bapak, ibu-ibu, nenek-nenek. Ini mengisyaratkan betapa besarnya pangsa pasar film animasi. Sadar akan hat itu, Riza kini tengah menyiapkan sejumlah film animasi untuk kalangan ABG dan dewasa. Karena segmen pasarnya ABG ke atas, maka cerita yang diangkat seputar kisah percintaan anak muda.

Untuk menembus pasar, para animator harus memahami kebutuhan pasar. "Intinya karya animator itu harus bisa diterima pasar, dapat menjawab kebutuhan pasar baik dari segi cerita rnaupun kualitas gambar. Anak kecil itu gak akan tahu itu film buatan mana, tapi mereka pasti akan menilai kualitasnya, kalau bagus ya pasti akan ditonton," kata Adez yang pernah menggarap film animasi The Simpson versi dewasa dan tayang di Amerika ini.

Cita-cita boleh setinggi langit. Namun realitanya, kondisi dunia pertelevisian di Indonesia membuat kalangan animator pesimis. Menurut Adez, dalam dua sampai tiga tahun ke depan, film animasi buatan anak negeri masih sulit bersaing dengan sinetron dan reality show. "Sulitnya, karena talent terbatas. Kalau pun booming, maka akan terjadi perebutan talent, karena orang-orangnya itu-itu saja," kata Adez.

Tidak heran jika banyak animator dalam negeri menerima tawaran perusahaan-perusahaan di luar negeri untuk mengerjakan proyek film animasi mereka. Popy Palele, Daniel Harjanto, Syah Indraprana, Deswara, dan banyak animator lainnya kini lebih banyak mengerjakan proyek yang datang dari Amerika, Kanada, Singapura, Malaysia. "Ibaratnya, kita ini pisau yang tajam, tapi sayangnya nggak ada daging yang bisa kita potong di sini," kata Adez.

Ditulis oleh: Agus Pitoyo
dikutip dari: www.raispictures.com

Jenis-Jenis Animasi

Sejarah animasi sangatlah panjang. Animasi yang dulunya mempunyai prinsip yang sederhana, sekarang telah berkembang menjadi beberapa jenis. Dan berikut adalah sedikit ulasan dari jenis animasi.
a. Animasi 2D (2 Dimensi)
Animasi ini yang paling akrab dengan keseharian kita. Biasa juga disebut dengan film kartun. Kartun sendiri berasal dari kata Cartoon, yang artinya gambar yang lucu. Memang, film kartun itu kebanyakan film yang lucu. Contohnya banyak sekali, baik yang di TV maupun di Bioskop. Misalnya: Looney Tunes, Pink Panther, Tom and Jerry, Scooby Doo, Doraemon, Mulan, Lion King, Brother Bear, Spirit, dan banyak lagi. Meski yang populer kebanyakan film Disney, namun bukan Walt Disney sebagai bapak animasi kartun. Contoh lainnya adalah Felix The Cat, si kucing hitam. Umur si kucing itu sudah lumayan tua, dia diciptakan oleh Otto Messmer pada tahun 1919. Namun sayang, karena distribusi yang kurang baik, jadi kita sukar untuk menemukan film-filmnya. Bandingkan dengan Walt Disney yang sampai sekarang masih ada misalnya Snow White and The Seven Dwarfs (1937) dan Pinocchio (1940).

b. Animasi 3D (3 Dimensi)

Perkembangan teknologi dan komputer membuat teknik pembuatan animasi 3D semakin berkembang dan maju pesat. Animasi 3D adalah pengembangan dari animasi 2D. Dengan animasi 3D, karakter yang diperlihatkan semakin hidup dan nyata, mendekati wujud manusia aslinya. Semenjak Toy Story buatan Disney (Pixar Studio), maka berlomba-­lombalah studio film dunia memproduksi film sejenis. Bermunculanlah, Bugs Life, AntZ, Dinosaurs, Final Fantasy, Toy Story 2, Monster Inc., hingga Finding Nemo, The Incredible, Shark Tale. Cars, Valian. Kesemuanya itu biasa juga disebut dengan animasi 3D atau CGI (Computer Generated Imagery).

c. Animasi Tanah Liat (Clay Animation)

Kata orang, meskipun sekarang sudah jamannya Pizza dan Bistik, namun terkadang kita juga masih kangen dengan masakan tradisional seperti sayur asem. Ungkapan tersebut cocok buat animasi Clay Animation.
Jenis ini yang paling jarang kita dengar dan temukan diantara jenis lainnya. Padahal teknik animasi ini bukan termasuk teknik baru seperti pada saat Toy Story membuka era baru animasi 3D. Bahkan, boleh dibilang nenek moyangnya animasi. Karena animasi pertama dalam bentuk CIay Animation. Meski namanya clay (tanah liat), yang dipakai bukanlah tanah liat biasa. Animasi ini memakai plasticin, bahan lentur seperti permen karet yang ditemukan pada tahun 1897. Tokoh-tokoh dalam animasi Clay dibuat dengan memakai rangka khusus untuk kerangka tubuhnya, lalu kerangka tersebut ditutup dengan plasficine sesuai bentuk tokoh yang ingin dibuat. Bagian-bagian tubuh kerangka ini, seperti kepala, tangan, kaki, disa dilepas dan dipasang lagi. Setelah tokoh-tokohnya siap, lalu difoto gerakan per gerakan. Foto-foto tersebut lalu digabung menjadi gambar yang bisa bergerak seperti yang kita tonton di film. Animasi Clay termasuk salah satu jenis dari Stop-motion picture. Film Animasi Clay Pertama dirilis bulan Februari 1908 berjudul, A Sculptors Welsh Rarebit Nightmare. Untuk beberapa waktu yang lalu juga, beredar film clay yang berjudul Chicken Run.

d. Animasi Jepang (Anime)
Film-film yang dibahas diatas adalah kebanyakan buatan Amerika dan Eropa. Namun, Jepang pun tak kalah soal animasi. Jepang sudah banyak memproduksi anime (sebutan untuk animasi Jepang). Berbeda dengan animasi Amerika, anime Jepang tidak semua diperuntukkan untuk anak-anak, bahkan ada yang khusus dewasa.
Bicara tentang anime, ada tokoh legendaris, yaitu Dr. Osamu Tezuka. Beliau menciptakan Tetsuwan Atom atau lebih dikenal dengan Astro Boy. Seperti film animasi Amerika atau Eropa, Anime juga terdiri dari beberapa jenis, tapi yang membedakan bukan cara pembuatannya, melainkan formatnya, yaitu serial televisi, OVA, dan film bioskop.

Ditulis oleh: Agus Pitoyo
Dikutip dari: www.raispictures.com